Sudah setengah tahun kami bersekolah di SMA itu, tak terasa waktu begitu cepat. Canda tawa selalu menghiasi hari – hari kami. Kami memang sudah bersahabat dari SMP, sehingga kami tahu sifat masing – masing dari kami. Vina orangnya cantik, manis, pintar, tidak salah jika di sekolah ia jadi idola. Mita orangnya tinggi, manis dan lumayan pintar. Anton orangnya pendiam tapi mudah diajak bercanda, ia paling jago main musik diantara kami. Mail orangnya paling kocak, hampir tiap kata-kata yang dikeluarkan membuat orang tertawa. Dan namaku Indra, orangnya asyik dan lumayan cakeplah. Suatu hari ketika jam istirahat kami berlima pergi ke kantin sekolah. Di kantin kami ngobrol sambil makan jajanan.
Tiba-tiba Vina memotong pembicaraan,‘’hey, kalian liburan semester mau pergi kemana?”
Mail menjawab dengan cepat,’’Aku mau uji nyali di tempat yang di angker, siapa tahu ada hantu yang cantik kayak kamu Vina...hahahaha”.
“Has, Gombal Warming itu Vina.” Kata Mita.
“Hey Mail, Mita itu paling Cuma syirik aja, iya kan Mit?” Sahut Anton
“Hahahaha,” jawabku dan Anton.
“Bagaimana kalo kita ke gunung dekat rumahnya Anton?’’ kataku.
“Setuju....!!!!’’ jawab Mail, Mita, dan Vina.
“Ah tapi katanya tempat itu bahaya Ndra,” Anton mengelak.
“Halah itu kan cuma kata orang, kita kan belum membuktikan,” Mail
meyakinkan Anton.
“Nggak mau!! Pokoknya aku nggak mau, takutnya nanti kalau terjadi apa-apa.”
“Bener juga kata Anton, nanti kalau terjadi apa-apa siapa yang mau tanggung jawab,” tambah Mita.
“Ya sudah, daripada bingung lebih baik kita isi dulu perut kita, hehehe.....,” sahut Mail.
“Has dasar pikirannya Cuma makanan melulu,” kata Vina.
Tiba-tiba bel tanda masuk berbunyi, kami segera masuk kelas karena pelajaran selanjutnya adalah sejarah. Guru sejarah kami sangat ketat, tela masuk kelas sedikitpun tidak boleh mengikuti pelajarannya. Benar – benar ketat guru ini, tidak salah kalau teman temanku termasuk aku tidak suka pejaran sejarah. Tidak lama kemudian bel tanda pelajaran selesai berbunyi. Kamipun keluar menuju ke tempat parkir. Dalam perjalanan Aku ngobrol sama Anton.
“Hey Ton, liat tuh!” Kataku
“Iya aku tahu maksudmu, Aduh manis banget tuh anak,” jawab Anton.
“Hey kalian ngomongin cewek kalo nggak ada aku nggak asyik,” Mail ikut-ikutan.
“Has bulsyit, justru nggak ada kamu malah tenteram nyaman nggak ada gangguan hahahaha...,” jawabku.
“Ah kalian, sama temen kok gitu,”kata Mail
“Sudah-sudah anak kecil nggak boleh mikrin cewek!” kata Vina,
“Iya, yyang penting itu belajar,” tambah Mita.
“Ya belajar memang penting, tapi sekali-sekali lirak-liri nggak ada salahnya kan?...hehehe,” kataku.
“Betul betul,” tambah Anton dan Mail.
“Has kalian ini, e e e aku dan Vina pamit pulang dulu ya,” kata Mita
“Siap....Hati-hati lo Mit!” kataku.
“Iya Ndra,” Jawab Mita dan Vina.
Setelah Vina dan Mita pulang, aku, Anton, dan Mail juga pulang ke rumah masing-masing. Keesokan harinya aku berangkat sekolah seperti biasa, setelah selesai parkir kendaraan aku langsung menuju ke kelas. Di kelas terlihat teman-temanku duduk lesu, seperti lagi ada masalah.
“Gini Ndra, kamu jangan kaget. Mita tadi waktu berangkat sekolah kecelakaan dan mungkin Tuhan sudah mentakdirkan Mita kembali ke sisinya jadi ya Mita meninggal Ndra,’’ Kata David.
“Hah...!!! Serius ini?” Tanyaku kaget
“Iya Ndra.”
Akupun sempat meneteskan air mata, tak kusangkasalah satu temanbaik kami telah mendahului kami di usianya yang masih muda. Betapa hancurnya hati kami saat mendengar berita itu. Kami mendapat ijin dari sekolah untuk tidak mengikuti pelajaran di sekolah, kami langsung pergi ke rumah Mita dan bertemu dengan orang tuannya. Vina dipelukoleh ibunya Mita dan aku, Anton, dan Mail berbincang-bincang dalam kondisi yang sedih dengan ayahnya Mita. Kamipun ikut mengantar jenazah Mita sampai ke pemakaman sebagai tanda hormat kami keapda Mita serta memnjatkan doa semoga amal ibadah Mita diterima oleh Yang Maha Kuasa. Kami sempat meneteskan air mata saat melihat jenazah Mita dimasukkan ke liang lahat.
Setelah selesai pemakaman kami kembali ke rumah Mita dan ikut membereskan barang-barang yang digunakan untuk melayat tadi. Seusai membereskan baran-barang kami beempat pamit kepada orang tua Mita untuk pulang.
Keesokan harinya kami bersekolah masih dalam keadaan berduka atas kepergian Mita. Tidak ada canda tawa diantara kita. Suasana kelas pun sunyi tidak seperti biasanya. DI kelas aku duduk di amping Vina dan ngobrol-ngobrol. Kebetulan jam terakhir ini kosong.
“Hai Vin, Gimana kabarmu?” Tanyaku iseng.
“Baik Ndra.”
“Masih sedih ya Vin, kita boleh sedih tapi jangan sampai kita terlarut dalam kesedihan. Yang sudah biarlah sudah. Kita berdoa saja semoga Mita berada di tempat yang indah,’’ kataku.
“Tapi Ndra, dulu kita selalu bersama, tertawa bersama, Tapi sekarang tak ada lagi seorang Mita yang ceria itu.”
“Benar juga kamu Vin, sudahlah Vin kan masih ada Aku, Anton, Mail dan yang lain.”
“Iya Ndra”
Mulai saat itu Vina sudah mulai bisa tersenyum manis seperti dulu.Walaupun kami masih sangat menyesalkan kepergian Mita namun kami berusaha untuk ikhlas. Bel tanda pulang sudah berbunyi.
“Mail. Buat elucon buat Vina donk, biar nggak murung,” kataku.
“Wah kok aku Ndra.”
“Ya kamu kan dulu pernah jadi juara nglawak tingkat kabupaten kan?”
“Ya bukan berarti aku bisa membuat Vina tertawa Ndra.”
Vina menyela,”Sudah-sudah, nggak usah ribut, sudah bel pulang kan? Yu kita pulang!”
“Oke.” Jawab Mail.
“Loh Anton kmana?’’ Tanyaku.
“Tadi sudah pulang duluan Ndra,”jawab Vina.
“Oh ya sudah.”
Keesokan harinya Anton tidak berangkat sekolah. Ternyata ia sakit. Sepulang sekolah Aku, Mail, dan Vina ke rumah Anton untuk menjenguknya.
Vina bertanya,”Sakit apa Ton?”
“Ehm kata dokter hanya gejala demam berdarah kok.” Jawabnya.
“Oh gitu ya, Ya banyak istirahat saja Ton,” kataku.
“Betul Ton jangan lupa berdoa.” Tambah Mail.
“Tapi kok nggak opname di rumah sakit Ton?” Tanya Vina.
“Tidak mau aku, Nggak suka opname, nggak bisa tidur di rumah sakit, hahaha...” Jawab Anton.
“Tapi kan banyak suster-suster cantik Ton,” kata Mail.
“Ton kami pulang dulu ya, cepat sembuh,” kata Vina.
“Hati-hati temen –temen,’’ jawab Anton.
Kami bertiga pun pulang ke rumah kami masing-masing. Keesokan harinya kami mendapat kabar bahwa Anton diopname di rumah sakit katanya ia panas tinggi. Sepulang sekolah kami bertiga menjenguk Anton di rumah sakit. Kami bertemu dengan kedua orang tua Anton.
“Siang Pak, siang Bu!” Kata kami.
“Eh kalian, Sini Duduk!” kata ayah Anton.
“Iya Pak, Anton sudah baikan belum Pak?” Tanya Vina.
“Kata dokter Anton masih butuh istirahat, ya doakan saja biar Anton tidak kenapa-kenapa,” jawabnya.
“Amin,” jawab kami bertiga.
“Sekarang Anton lagi ngapain Pak?” tanya Vina.
“Anton baru tidur Vin di dalam, mau ketemu?” kata Ayah Anton.
“Oh nggak usah Pak, makasih, Kami pamit saja Pak,” kataku.
“Loh kok terburu-buru, belum ketemu Anton kok,” kata Ibu Anton.
“Takutnya Anton nggak bisa istirahat kalu ada kita Pak,Bu,” kata Mail.
“Iya benar Pak.’’ Kataku.
“Ya sudah, hati-hati di jalan ya nak!” kata orang tua Anton.
“Iya Pak, iya Bu,” jawab kam.
Kami pun pulang ke rumah, sebelumnya kami mampir ke rumah Mail untuk mengerjakan PR. Sesampai di rumah Mail tak begitu lama kami mendapa sms dari ayah Anton bahwa Anton telah wafat di rumah saki. Betapa kaget diri kami bertiga. Kami bingun mau melakukan apa. Yang ada hanya tetesan air mata yang tak tertahan lagi. Dengan hat yang kacau aku dan Vina kembali ke rumah sakit untuk membawakan barang – barang yang digunakan saat opname Anton. Sedangkan Mail ke rumah Anton untuk membantu bes eres rumah untuk persiapan Sesampai di rumah sakit ternyata barang-barang sudah rapi tinggal dibawa.
“Pak, biar saya dan Vina yang membawa barang-barang, Bapak mengurus pengambilan jenazah Anton saja,’’ kataku,
“Makasih nak,” jawab ayah dan ibu Anton.
Aku dan Vina langsung menuju rumah Anton. Di sana sudah terlihat banyak warga.
Tak begitu lama jenazah Anton datang dengan ambulance dari rumah sakit. Saat itu sudah banyak para pelayat yang datang. Upacarapemakaman pun dimulai. Jenazah mulai dingkat menuju makam. Sepanjang jalan air mata membasahi wajah kami. Seorang Mail pun bisa menangis saat itu.
“Mail, kenapa Anton mendahului kita?” Tanyaku pada Mail.
“Iya Ndra, kenapa kita kehilangan sahabat-sahabat yang kita sayangi,” kata Mail.
“Mungkin ini memang sudah takdir Tuhan Il,” jawabku.
“Tapi kenapa harus sahabat kita?” sahutnya.
“Sudahlah Mail, kita ikhlaskan saja supaya Anton tenang di sana.”
“Indra...Mail.... Sudah ngga usah disesali,’’ kata Vina.
“Iya Vin.’’
Upacara peakaman pun selesai, kami pulang ke rumah Anton lalu pulang ke rumah masing-masing.
Keesokan harinya kami bersekolah dengan muka tidak semangat, kami baru saja kehilangan dua sahabat kami, bagaimana tidak sedih.Dsaat istirahat aku, Mail, dan Vina pergi jajan di kantin sekolah.
“Anton sedang ngapain ya Ndra?” Tanya Mail.
“Yah mana ku tahu Mail,’’ jawabku.
“Andaikan Anton dan Mita masih ada, pasti satu meja kanin ini penuh, tidak seperti sekarang ini, satu meja kursinya kosong dua.’’ Kata Vina.
“Benar kau Vin,’’jawabku.
“Bagaimanapun juga kita yang sekarang ini harus tetap bersama sampai kita tua nanti,’’ kata Mail.
“Yang sudah pergi biarlah pergi, mungkin di sana mereka lebih nyaman dibanding di sini,” kataku.
“Sip Ndra,” sahut Mail.
Setelah selesaimakan kami kembali ke kelas dan setelah pelajaran selesai kami langsung pulang.
Sejak saat itu yang dulunya kami berlima sekaranh tinggal bertiga. Tak menyangka kami akan kehilangan sahabat yang sangat kami cintai. Kami menyadari bahwa kita semua hidup di dunia idak kekal, pasti suatu saat akan kembali kepada-Nya.